Senin, 26 November 2012

Teori Vilfredo Pareto

Teori Vilfredo Pareto
Vilfredo Pareto mengembangkan gagasan utamanya sebagai sangkalan terhadap Marx (1996:71). Pareto sebenarnya tidak hanya menolak, tetapi juga sebagian besar filsafat Pencerahan. Misalnya selagi filsuf Pencerahan menekankan faktor rasional, Pareto menekankan pada faktor nonrasional seperti naluri manusia. Penekanannya inipun berkaitan dengan penolakannya terhadap teori Marx. Artinya, karena faktor nonrasional menjadi demikian penting dan karena tak berubah maka tak realistis berharap akan tercapai perubahan sosial yang dramatis melalui revolusi ekonomi.
Pareto pun membangun teori perubahan sosial yang bertolak belakang dengan teori Marxian. Sementara teori Marx memusatkan perhatiannya pada peran massa, sedangkan Pareto menyodorkan teori elite perubahan sosial yang berpendirian bahwa masyarakat jelas akan didominasi oleh sejumlah kecil elite yang memerintah berdasarkan kepentingan diri sendiri. Elite kecil ini memerintah massa rakyat yang memang didominasi oleh faktor nonrasional. Menurut Pareto, karena kapasitas rasional massa terbatas mereka bukanlah sebuah kekuatan revolusioner. Perubahan sosial terjadi ketika elite mulai mengalami kemerosotan moral dan digantikan oleh elite baru yang berasal dari elite yang tak memerintah atau unsur yang lebih tinggi dari massa. Segera setelah elite baru berkuasa, proses yang baru pun dimulai. Jadi, Pareto menyodorkan teori perubahan sosial melingkar, sedangkan Marx, Comte, Spencer, dan yang lain menyodorkan teori perubahan sosial yang linier. Di samping itu, teori perubahan sosial Pareto mengabaikan penderitaan manusia. Elite dating dan pergi tetapi sebagian besar massa tetap sama. Teori tersebut melandasi konsep ilmiahnya tentang sosiologi dan kehidupan sosial. “Keinginanku adalah untuk membangun sistem sosiologi menurut model astronomi, fisika, dan kimia (dikutip dalam Hook, 1965:57). Singkatnya Pareto membayangkan masyarakat sebagai sebuah sistem yang berada dalam keseimbangan, sebagai kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian yang saling tergantung. Perubahan satu bagian dipandang menyebabkan perubahan lain dari sistem konsepsi Pareto yang sistematis tentang masyarakat inilah yang menjadi alas an terpenting Parson mencurahkan banyak perhatian terhadap karya Pareto yang berjudul “The Structure of social action” (1937). Karya inilah yang berpengaruh terhadap pemikiran Parson. Dilebur dengan pandangan serupa lainnya yang didukung oleh pakar yang menganalogikan masyarakat dengan organisme (misalnya Comte, Durkheim, dan Spencer). Teori Pareto memainkan peran sentral dalam pengembangan teori Parson dan lebih umum lagi dalam pengembangan fungsionalisme struktural.
Masyarakat adalah himpunan individu-individu, yang masing-masing secara egoistis mengejar kepentingan mereka sendiri. Kesimpulan ini diambil berdasarkan pengalaman empiris. Karena pengalaman empiris merupakan satu-satunya sumber untuk pengetahuan ilmiah yang sah.
Menurut Vilfredo Pareto (1848-1923) sosiologi harus bersifat logis dan eksperimental. Dia mencita-citakan sosiologi yang didasarkan atas kriteria matematika rasional, yang selalu sah dan tak berubah sehingga harus dibenarkan oleh setiap orang yang berakal-budi sehat dan yang berlandasan pada realitas yang merupakan obyek observasi inderawi. Tiap-tiap konsep, proposisi, dan teori harus berpangkal pada fakta yang ditinjau atau mungkin dapat ditinjau. Menurut penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa Pareto mewarisi tradisi positivisme, dimana sosioogi harus masuk dalam disiplin empirisme lewat metode logika eksperimental dengan penyelidikan yang didasarkan pada pengalaman dan pengamatan. Vilfredo Pareto juga menekankan bahwa hidup bermasyarakat terdiri dari apa yang dilakukan oleh angota-anggota individual. Menurutnya sebagian kelakuan manusia bersifat mekanis atau otomatis. Perilaku tersebut dibedakan antara perbuatan logis dan nonlogis. Yang dimaksud logis jikalau direncanakan oleh akal-budi dengan berpedoman pada tujuan yang mau dicapai, dan menurut kenyataan mencapai tujuan itu. Misalnya seorang anak pergi ke tempat makan (direncanakan oleh akal-budinya) untuk mengisi perutnya yang kosong (tujuannya), lalu dia merasa kenyang/ tidak lagi lapar karena dia telah makan, melakukan perbuatan yang logis. Sedangkan perilaku yang tidak berpedoman secara rasional pada tujuan, atau tidak mencapai tujuannya, disebut nonlogis.
Vilfredo Pareto juga menawarkan model masyarakat keseimbangan (homeostatika). Dimana masyarakat yang ditegakkan oleh individu-individu senantiasa mengarah kepada keseimbangan, yaitu pemeliharaan keseimbangan atau pemulihan keseimbangan setelah terjadi pergolakan. Individu-individu saling mempengaruhi, agar suatu keseimbangan tercapai. Hal ini sama kaitannya dengan masyarakat tidak berevolusi dan tidak maju. Oleh karena individu mengadakan relasi lahiriah, dan mereka sendiri tidak berubah, maka masyarakatpun tidak berubah. Seperti efisiensi kerja dan pengorganisasian mungkin di tingkatkan, tetapi itu hanya penyusunan lain dari unsur-unsur yang selalu sudah ada. Pandangan ini disebut the seesaw theory of history. Artinya, masyarakat adalah bagaikan ungkat-ungkit (seesaw), yang selalu mencari keseimbangan antara kedua ujungnya. Hanya keseimbangan yang dicari, bukan perubahan. Memang kadang-kadang terjadi penyusunan kembali atau reshuffle dalam masyarakat, hal mana memberi kesan seolah-olah ada perkembangan dan kemajuan. Apa yang nampaknya perubahan, adalah perpindahan posisi saja sama seperti pada ungkat-ungkit. Ungkat-ungkit sendiri tidak berubah dalam gerak mencari keseimbangan baru. Dalam memperoleh keseimbangan yang mereka harapkan yang dilihat melaui konteks perilaku indvidu, bahwa setiap individu mempunyai perasaan-perasaan otomatis yang aktif menentang setiap hal yang mengancam atau mengganggu kestabilan. Jadi, keseimbangan adalah akibat proses mekanis. Jika perasaan otomatis tersebut tidak ada, tiap usaha merombak atau mengubah sistem sosial, tidak menghadapi perlawanan yang berarti. Masyarakat akan goyah terus menerus, tidak akan memberi kepastian, dan menghancurkan diri sendiri. Akibat adanya ”stabilizing forces”, yaitu perasaan-perasaan tadi, suatu bentuk atau konfigurasi masyarakat dipertahankan dan pembanggunannya dimungkinkan. Itulah sebabnya, bahwa revolusi dan peperangan pada umumnya bersifat sementara saja. Warisan generasi-generasi pendahulu berupa struktur-struktur dasar masyarakat tidak dilepaskan dengan mudah. Dijaga dan dipelihara, sehingga penggantiannya selalu sukar dan memakan waktu lama. Pada dasarnya, masyarakat itu bersifat konservatif. Kecenderungan ke arah kestabilan dan keseimbangan tidak ada hubungannya dengan kesadaran dan kebebasan manusia. Manusia tidak bebas. Ia dikodratkan untuk menegakkan keadaan seimbang itu. Kalau terjadi pergolakan, itu hanya untuk sementara dan merupakan masa peralihan, dimana masyarakat beralih dari keadaan seimbang yang satu kepada keadaan seimbang yang lain. Ini disebut dinamika keseimbangan. Dari penjelasan tersebut, masyarakat alami adalah masyarakat yang berkeseimbangan dan dinamis. Selain pandangan masyarakat yang individualistis, masyarakatpun dipandang sebagai atomistis. Dengan maksud bahwa individu diibaratkan sebagai ”atom” yang sudah lengkap dengan dirinya, berkemauan sendiri dan mampu menggabungkan diri sesukanya dengan atom-atom lain sehingga membentuk molekul. Seperti halnya orang yang bergabung entah menjadi masyarakat agraris, entah menjadi masyarakat industri, entah menjadi apa. Karena itu hubungan ini bersifat lahiriah dan tidak ada kaitan sosial batiniah yang mempersatukan mereka menjadi masyarakat. Mereka bersatu dengan orang lain hanya menurut struktur-struktur lahiriah. Selain itu, masyarakat dibayangkan sebagaimekanisme, mesin atau aparat raksasa, yang digerakkan oleh ”roda pemerintahan”. Mesin terdiri dari banyak suku cadang yang dari diri sendiri tidak pernah membentuk suatu kesatuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tuliskan komentar kalian demi kemajuan Blog ini...
:)