Senin, 26 November 2012

Teori Vilfredo Pareto

Teori Vilfredo Pareto
Vilfredo Pareto mengembangkan gagasan utamanya sebagai sangkalan terhadap Marx (1996:71). Pareto sebenarnya tidak hanya menolak, tetapi juga sebagian besar filsafat Pencerahan. Misalnya selagi filsuf Pencerahan menekankan faktor rasional, Pareto menekankan pada faktor nonrasional seperti naluri manusia. Penekanannya inipun berkaitan dengan penolakannya terhadap teori Marx. Artinya, karena faktor nonrasional menjadi demikian penting dan karena tak berubah maka tak realistis berharap akan tercapai perubahan sosial yang dramatis melalui revolusi ekonomi.
Pareto pun membangun teori perubahan sosial yang bertolak belakang dengan teori Marxian. Sementara teori Marx memusatkan perhatiannya pada peran massa, sedangkan Pareto menyodorkan teori elite perubahan sosial yang berpendirian bahwa masyarakat jelas akan didominasi oleh sejumlah kecil elite yang memerintah berdasarkan kepentingan diri sendiri. Elite kecil ini memerintah massa rakyat yang memang didominasi oleh faktor nonrasional. Menurut Pareto, karena kapasitas rasional massa terbatas mereka bukanlah sebuah kekuatan revolusioner. Perubahan sosial terjadi ketika elite mulai mengalami kemerosotan moral dan digantikan oleh elite baru yang berasal dari elite yang tak memerintah atau unsur yang lebih tinggi dari massa. Segera setelah elite baru berkuasa, proses yang baru pun dimulai. Jadi, Pareto menyodorkan teori perubahan sosial melingkar, sedangkan Marx, Comte, Spencer, dan yang lain menyodorkan teori perubahan sosial yang linier. Di samping itu, teori perubahan sosial Pareto mengabaikan penderitaan manusia. Elite dating dan pergi tetapi sebagian besar massa tetap sama. Teori tersebut melandasi konsep ilmiahnya tentang sosiologi dan kehidupan sosial. “Keinginanku adalah untuk membangun sistem sosiologi menurut model astronomi, fisika, dan kimia (dikutip dalam Hook, 1965:57). Singkatnya Pareto membayangkan masyarakat sebagai sebuah sistem yang berada dalam keseimbangan, sebagai kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian yang saling tergantung. Perubahan satu bagian dipandang menyebabkan perubahan lain dari sistem konsepsi Pareto yang sistematis tentang masyarakat inilah yang menjadi alas an terpenting Parson mencurahkan banyak perhatian terhadap karya Pareto yang berjudul “The Structure of social action” (1937). Karya inilah yang berpengaruh terhadap pemikiran Parson. Dilebur dengan pandangan serupa lainnya yang didukung oleh pakar yang menganalogikan masyarakat dengan organisme (misalnya Comte, Durkheim, dan Spencer). Teori Pareto memainkan peran sentral dalam pengembangan teori Parson dan lebih umum lagi dalam pengembangan fungsionalisme struktural.
Masyarakat adalah himpunan individu-individu, yang masing-masing secara egoistis mengejar kepentingan mereka sendiri. Kesimpulan ini diambil berdasarkan pengalaman empiris. Karena pengalaman empiris merupakan satu-satunya sumber untuk pengetahuan ilmiah yang sah.
Menurut Vilfredo Pareto (1848-1923) sosiologi harus bersifat logis dan eksperimental. Dia mencita-citakan sosiologi yang didasarkan atas kriteria matematika rasional, yang selalu sah dan tak berubah sehingga harus dibenarkan oleh setiap orang yang berakal-budi sehat dan yang berlandasan pada realitas yang merupakan obyek observasi inderawi. Tiap-tiap konsep, proposisi, dan teori harus berpangkal pada fakta yang ditinjau atau mungkin dapat ditinjau. Menurut penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa Pareto mewarisi tradisi positivisme, dimana sosioogi harus masuk dalam disiplin empirisme lewat metode logika eksperimental dengan penyelidikan yang didasarkan pada pengalaman dan pengamatan. Vilfredo Pareto juga menekankan bahwa hidup bermasyarakat terdiri dari apa yang dilakukan oleh angota-anggota individual. Menurutnya sebagian kelakuan manusia bersifat mekanis atau otomatis. Perilaku tersebut dibedakan antara perbuatan logis dan nonlogis. Yang dimaksud logis jikalau direncanakan oleh akal-budi dengan berpedoman pada tujuan yang mau dicapai, dan menurut kenyataan mencapai tujuan itu. Misalnya seorang anak pergi ke tempat makan (direncanakan oleh akal-budinya) untuk mengisi perutnya yang kosong (tujuannya), lalu dia merasa kenyang/ tidak lagi lapar karena dia telah makan, melakukan perbuatan yang logis. Sedangkan perilaku yang tidak berpedoman secara rasional pada tujuan, atau tidak mencapai tujuannya, disebut nonlogis.
Vilfredo Pareto juga menawarkan model masyarakat keseimbangan (homeostatika). Dimana masyarakat yang ditegakkan oleh individu-individu senantiasa mengarah kepada keseimbangan, yaitu pemeliharaan keseimbangan atau pemulihan keseimbangan setelah terjadi pergolakan. Individu-individu saling mempengaruhi, agar suatu keseimbangan tercapai. Hal ini sama kaitannya dengan masyarakat tidak berevolusi dan tidak maju. Oleh karena individu mengadakan relasi lahiriah, dan mereka sendiri tidak berubah, maka masyarakatpun tidak berubah. Seperti efisiensi kerja dan pengorganisasian mungkin di tingkatkan, tetapi itu hanya penyusunan lain dari unsur-unsur yang selalu sudah ada. Pandangan ini disebut the seesaw theory of history. Artinya, masyarakat adalah bagaikan ungkat-ungkit (seesaw), yang selalu mencari keseimbangan antara kedua ujungnya. Hanya keseimbangan yang dicari, bukan perubahan. Memang kadang-kadang terjadi penyusunan kembali atau reshuffle dalam masyarakat, hal mana memberi kesan seolah-olah ada perkembangan dan kemajuan. Apa yang nampaknya perubahan, adalah perpindahan posisi saja sama seperti pada ungkat-ungkit. Ungkat-ungkit sendiri tidak berubah dalam gerak mencari keseimbangan baru. Dalam memperoleh keseimbangan yang mereka harapkan yang dilihat melaui konteks perilaku indvidu, bahwa setiap individu mempunyai perasaan-perasaan otomatis yang aktif menentang setiap hal yang mengancam atau mengganggu kestabilan. Jadi, keseimbangan adalah akibat proses mekanis. Jika perasaan otomatis tersebut tidak ada, tiap usaha merombak atau mengubah sistem sosial, tidak menghadapi perlawanan yang berarti. Masyarakat akan goyah terus menerus, tidak akan memberi kepastian, dan menghancurkan diri sendiri. Akibat adanya ”stabilizing forces”, yaitu perasaan-perasaan tadi, suatu bentuk atau konfigurasi masyarakat dipertahankan dan pembanggunannya dimungkinkan. Itulah sebabnya, bahwa revolusi dan peperangan pada umumnya bersifat sementara saja. Warisan generasi-generasi pendahulu berupa struktur-struktur dasar masyarakat tidak dilepaskan dengan mudah. Dijaga dan dipelihara, sehingga penggantiannya selalu sukar dan memakan waktu lama. Pada dasarnya, masyarakat itu bersifat konservatif. Kecenderungan ke arah kestabilan dan keseimbangan tidak ada hubungannya dengan kesadaran dan kebebasan manusia. Manusia tidak bebas. Ia dikodratkan untuk menegakkan keadaan seimbang itu. Kalau terjadi pergolakan, itu hanya untuk sementara dan merupakan masa peralihan, dimana masyarakat beralih dari keadaan seimbang yang satu kepada keadaan seimbang yang lain. Ini disebut dinamika keseimbangan. Dari penjelasan tersebut, masyarakat alami adalah masyarakat yang berkeseimbangan dan dinamis. Selain pandangan masyarakat yang individualistis, masyarakatpun dipandang sebagai atomistis. Dengan maksud bahwa individu diibaratkan sebagai ”atom” yang sudah lengkap dengan dirinya, berkemauan sendiri dan mampu menggabungkan diri sesukanya dengan atom-atom lain sehingga membentuk molekul. Seperti halnya orang yang bergabung entah menjadi masyarakat agraris, entah menjadi masyarakat industri, entah menjadi apa. Karena itu hubungan ini bersifat lahiriah dan tidak ada kaitan sosial batiniah yang mempersatukan mereka menjadi masyarakat. Mereka bersatu dengan orang lain hanya menurut struktur-struktur lahiriah. Selain itu, masyarakat dibayangkan sebagaimekanisme, mesin atau aparat raksasa, yang digerakkan oleh ”roda pemerintahan”. Mesin terdiri dari banyak suku cadang yang dari diri sendiri tidak pernah membentuk suatu kesatuan.

Selasa, 03 Juli 2012

Definisi, Hakikat, dan Objek Sosiologi

Apa Definisi Sosiologi?
Merumuskan suatu definisi (batasan makna) yang dapat mengemukakan keseluruhan pengertian, sifat, dan hakikat yang dimaksud dalam beberapa kata dan kalimat merupakan hal yang tidak mudah. Oleh sebab itu, suatu defini yang hanya dapat dipakai sebagai suatu pegangan sementara saja. Sungguhpun penyelidikan berjalan terus dan ilmu pengetahuan tumbuh kearah berbagai kemungkinan, masih juga diperlukan suatu pengertian yang pokok dan menyeluruh. Untuk patokan sementara, akan diberikan beberapa definisi sosiologi sebagai berikut.

Paritim A. Sorokin mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari: hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya antara gejala ekonomi dan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik dan lain sebagainya); hubungan dan pengaruh timbal balikantara gejala sosial dengan gejala-gejala nonsosial (misalnya gejala geografis, biologis, dan sebagainya); dan ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial.

Roucek dan Warren mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari antara manusia dalam kelompok-kelompok.

William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff berpendapat bahwa sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi sosial.

J.A.A. van Doorn dan C.J. Lammers berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.

Green (1960) dalam Rahardjo (1999) menyatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan manusia dalam masyarakat dalam berbagai aspeknya.

Priyotamtomo (2001) lebih lanjut mengemukakan bahwa sosiologi mempelajari perilaku masyarakat dan perilaku sosial manusia dengan meneliti kelompok yang dibangunnya. Kelompok tersebut mencakup: keluarga, suku, komunitas, pemerintah, organisasi sosial, kelompok ekonomi, kelompok politik, dan lain sebagainya. Sosiologi mempelajari perilaku dan interaksi kelompok, menelusuri asal-usul pertumbuhannya serta menganalisis pengaruh kegiatan kelompok terhadap para anggotanya.

Emile Durkheim menjelaskan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta sosial, yakni fakta yang mengandung cara bertindak, berpikir, berperasaan yang berada di luar individu di mana fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk mengendalikan individu.

Paul B. Horton berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.

Jhonson, berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut mempengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat di dalamnya mempengaruhi sistem tersebut.

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi mengatakan bahwa sosiologi atau ilmu kemasyarakatan adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Selanjutnya menurut Sole Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan sosial. Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh timbal balik antara segi kehidupan ekonomi dengan segi kehidupan politik, antara segi kehidupan hukum dengan segi kehidupan agama, antara segi kehidupan hukum dengan segi kehidupan ekonomi dan lain sebagainya. Salah satu proses sosial yang bersifat tersendiri adalah dalam hal terjadinya perbahan-perubahan di dalam struktur sosial.

Apa Hakikat Sosilogi?
Apabila sosiologi telah ditelaah dari sudut sifat hakikatnya, maka akan dijumpai beberapa petunjuk yang akan dapat membantu untuk menetapkan ilmu pengetahuan macam apakah sosiologi itu? Sifat-sifat hakikatnya adalah sebagai berikut.

Pertama, sosiologi merupakan suatu ilmu sosial dan bukan merupakan ilmu pengetahuan alam ataupun ilmu pengetahuan kerihanian. Kedua, sosiologi bukan merupakan disiplin yang normatif tetapi merupakan suatu disiplin yang kategoris, artinya sosiologi membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini dan bukan mengenai apa yang terjadi atau seharusnya terjadi. Ketiga, sosiologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang murni (pure science) dan bukan merupakan ilmu pengetahuan terapan atau terpakai (applied science). Keempat, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak dan bukan merupakan ilmu pengetahuan yang konkret. Artinya bahwa yang diperhatikannya adalah bentuk dan pola-pola peristiwa dalam masyarakat, tetapi bukan wujudnya yang konkret. Kelima, sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian dan pola-pola umum. Sosiologi meneliti dan mencari apa yang menjadi prinsip atau hukum-hukum umumndari interaksi antar manusia dan juga perihal sifat hakikat, bentuk, isi, dan struktur masyarakat manusia. Keenam, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional. Ciri tersebut menyangkut soal metode yang dipergunakannya. Ketujuh, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum dan bukan merupakan ilmu pengetahuan yang khusus. Artinya sosiologi mempelajari gejala yang umum ada pada setiap interaksi antarmanusia.

Apa Objek Sosiologi?
Objek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antarmanusia dan proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat. Masyarakat merupakan sekelompok manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tidak ada ukuran mutlak ataupun angka pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi, secara teoretis angka minimumnya adalah dua orang yang hidup bersama.

Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati. Karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti. Mereka sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan. Mereka juga merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan karena setiap anggta kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya.

Manusia senantiasa mempunyai naluri yang kuat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Apabila dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain  manusia tidak akan mungkin hidup sendiri. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan “mati”.

Komponen-konponen masyarakat adalah sebagai berikut.
a.       Populasi, yaitu warga-warga suatu masyarakat yang dilihat dari sudut pandangan kolektif. Secara sosiologis, aspek-aspek sosiologis yang perlu dipertimbangkan adalah: aspek-aspek genetik yang konstan; variabel-variabel genetik; dan variabel-variabel geografis.
b.        Kebudayaan, yaitu hasil karya, cipta, dan rasa dari kehidupan bersama yang mencakupnsistem lambang-lambang dan informasi.
c.            Hasil-hasil kebudayaan materiil.
d.     Organisasi sosial, yaitu jaringan berhubungan antara warga-warga masyarakat yang bersangkutan, yang antara lain mencakup: warga masyarakat secara individual; peranan-peranan; kelompok-kelompok sosial; dan kelas-kelas sosial.
e.            Lembaga-lembaga sosial dan sistemnya.

Ilmu Pengetahuan (Science)

Apakah Ilmu pengetahuan (Science)?
Dalam Soekanto (2009:3) timbulnya sosiologi, semua ilmu pengetahuan yang dikenal pada dewasa ini pernah menjadi bagian dari filsafat yang dianggap sebagai induk dari segala ilmu pengetahuan (Mater Scientiarum). Filsafat pada masa lalu mencakup pula segala usaha pemikiran mengenai masyarakat. Seiring dengan perkembangan zaman dan peradaban manusia, pelbagai ilmu pengetahuan yang semula tergabung dalam filsafat memisahkan diri, yaitu Astronomi (ilmu tentang bintang-bintang) dan fisika (ilmu alam) merupakan cabang-cabang filsafat yang pertama-tama memisahkan diri, kemudian diikuti oeh ilmu kimia, biologi dan geologi. Di ddalam abad ke-19, dua pengetahuan baru muncul, yaitu psikologi (ilmu yang mempelajari perilaku dan sifat-sifat manusia) dan sosiologi (ilmu yang mempelajari masyarakat).

Manusia telah diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai makhluk yang sempurna dengan kesadaran yang tinggi. Kesadaran manusia itu dapat disimpulkan dari kemampuannya untuk berpikir, berkehendak, dan merasa. Dengan pikirannya manusia akan mendapatkan ilmu pengetahuan, dengan perasaannya manusia akan mencapai kesenangan. Sarana untuk memelihara dan meningkatkan ilmu pengetahuan dinamakan logika, sedangkan sarana-sarana untuk memelihara serta meningkatkan pola perilaku dan mutu kesenian, de sebut etika dan estetika. Apabila pembicaraan dibatasi pada logika, hal itu merupakan ajaran yang menunjukkan bagaimana manusia berpikir secara tepat dengan berpedoman pada ide kebenaran.

Ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan penggunaan kekuatan pemikiran, di mana pengetahuan tersebut selalu dapat diperiksa dan ditelaah dengan kritis. Tujuan ilmu pengetahuan adalah untuk lebih mengetahui dan mendalami segala segi kehidupan. Pada hakikatnya ilmu pengetahuan timbul karena adanya hasrat ingin tahu dalam diri manusia. Hasrat ingin tau itu timbul karena banyak sekali aspek kehidupan yang masih gelap bagi manusia dan manusia ingin mengetahui kebenaran dari kegelapan tersebut. Setelah manusia memperoleh pengetahuan tentang sesuatu, kepuasan tadi akan segera disusul lagi oleh suatu kecenderungan tersebut, yang dapat ditempuh melalui pelbagai cara berikut.

Pertama, penemuan secara kebetulan. Artinya penemuan yang sifatnya tanpa direncanakan dan diperhitungkan terlebih dahulu. Penemuan semacam ini, walaupun kadang-kadang bermanfaat tidak dapat dipakai dalam suatu kerja yang ilmiah, karena keadaan yang tidak pasti atau kurang mendekati kepastian.dengan demikian, datangnya pemenuan tidak dapat diperhitungkan secara berencana dan tidak selalu memberikan gambaran yang sesungguhnya.

Kedua, hal untung-untungan. Artinya penemuan melalui cara percobaan-percobaan dan kesalahan-kesalahan. Perbedaan dengan penemuan secara kebetulan adalah pada metode ini manusia lebih bersikap aktif untuk mengadakan percobaan-percobaan, walaupun tidak ada yang pasti tentang hasil-hasilnya. Biasanya apabila percobaan pertama gagal, diadakan percobaan-percobaan selanjutnya yang bersifat memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi pada percobaan-percobaan terdahulu.

Ketiga, kewibawaan. Yaitu berdasarkan penghormatan terhadap pendapat atau penemuan yang dihasilkan oleh seseorang atau lembaga tertentu yang dianggap mempunyai kewibawaan atau wewenang. Dalam hal ini mungkin tidak diusahakan untuk menguji kebenaran pendapat atau penemuan tersebut yang lazimnya tidak didasarkan pada suatu penelitian atau penyelidikan yang mendalam. Mempercayai pendapat atau penemuan tersebut tidaklah selalu merupakan suatu kekeliruan, akan tetapi kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan selalu ada apabila tidak ditelaah benar-benar secara mendalam.

Keempat, usaha-usaha yang bersifat spekulatif walaupun agak teratur. Artinya dari sekian banyak kemungkinan, dipilih salah satu kemungkinan walaupun pilihan tersebut tidaklah didasarkan pada keyakinan apakah pilihan tersebut merupakan cara yang setepat-tepatnya.

Kelima, pengalaman. Artinya berdasarkan pikiran kritis. Akan tetapi pengalaman belum tentu teratur dan bertujuan. Mungkin pengalaman tersebut hanya untuk dicatat saja.

Keenam, penelitian ilmiah, yaitu suatu metode yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala dengan jalan analisis dan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta-masalah yang disoroti untuk kemudian mengusahakan pemecakannya.

Apakah Ilmu-Ilmu Sosial dan Sosiologi?
Ilmu-ilmu sosial dinamakan demikian karena ilmu-ilmu tersebut mengambil masyarakat atau kehidupan bersama sebagai objek yang dipelajarinya. Ilmu-ilmu sosial belum mempunyai kaidah-kaidah dan dalil-dalil tetap yang diterima oleh bagian terbesar masyarakat karena ilmu-ilmu tersebut belum lama berkembang, sedangkan yang menjadi objeknya adalah masyarakat manusia yang selalu berubah-ubah, hingga kini belum dapat diselidiki dan dianalisis secara tuntas hubungan antara unsur-unsur di dalam masyarakat secara lebih mendalam. Lain halnya dengan ilmu pengetahuan alam yang telah lama berkembang sehingga mempunyai kaidah-kaidah dan dalil-dalil yang teratur dan diterima oleh masyarakat, yang juga disebabkan karena objeknya bukan manusia.

Sosiologi jelas merupakan ilmu sosial yang objeknya adalah masyarakat. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri karena telah memenuhi segenap unsur-unsur ilmu pengetahuan, yang ciri-ciri utamanya yaitu sebagai berikut.
a.     Sosiologi bersifat empiris, yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif.
b.     Sosiologi bersifat teoretis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dan hasil-hasil observasi. Abstraksi tersebut merupakan kerangka unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan-hubungan sebab-akibat, sehingga menjadi teori.
c.    Sosiologi bersifat kumulatif, yang berarti bahwa teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas, serta memperhalus teori-teori yang sudah lama.
d.         Sosiologi bersifat nonetis, yakni yang dipersoalkan bukanlah baik-buruknya fakta tertentu, tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis.

Manfaat ilmu-ilmu sosial dan hubungan antara ilmu-ilmu sosial dengan sosiologi adalah sebagai barikut.
a.              Adanya suatu terminologi umum yang menyeragamkan berbagai disiplin perilaku.
b.             Suatu teknik penelitian terhadap organisasi-organisasi yang besar dan kompleks.
c.      Suatu pendekatan sintesis yang meniadakan analisis fragmentaris dalam rangka hubungan internal antara bagian-bagian yang tidak dapat diteliti di luar konteks yang menyeluruh.
d.             Suatu sudut pandang yang memungkinkan analisis terhadap masalah-masalah sosiologi dasar.
e.        Penelitian yang lebih banyak tertuju pada hubungan dari bagian-bagian, dengan tekanan pada proses dan kemungkinan terjadinya perubahan.
f.           Kemungkinan mengadakan penelitian secara operatif dan objektif terhadap sistem perilaku yang berorientasi pada tujuan atau didasarkan pada tujuan, proses kgnitif-simbolis, kesadaran diri dan sosial, tahap-tahap keadaan darurat secara sosial-budaya, dan seterusnya.

Kamis, 21 Juni 2012

TINGKAT KRIMINALITAS YANG TERJADI DI KALIMANTAN SELATAN


TINGKAT KRIMINALITAS YANG TERJADI DI KALIMANTAN SELATAN

Mata Kuliah : Masalah-Masalah Sosial di Indonesia
Dosen : Alfisyah, S.Ag, M.Hum

Program Studi Pendidikan Sosiologi FKIP Unlam Banjarmasin

Disusun oleh : Irna Yulaika (A1A410206)

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kriminalitas merupakan salah satu dari masalah-masalah sosial yang ada, tindakan atau perbuatan ini sebagian besar berdampak buruk bagi pelaku ataupun korbannya. Tindak kriminal ini merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum melalui sebuah tindakan kejahatan. Pelaku-pelakunya biasa dijuluki sebagai sseorang kriminal. Biasanya yang dianggap sebagai seorang kriminal oleh sebagian besar masyarakat adalah seorang pencuri, perampok, penculik, pembunuh, pemerkosa, dan masih banyak lagi tindakan kriminal yang lainnya.
            Biasanya tindak kriminal ini disebabkan oleh adanya rasa kurang kesejahteraan pelaku.  Sebagian besar pelaku tindak kriminal ini adalah seseorang yang berasal dari zona ekonomi menengah ke bawah. Kemungkinan para pelaku tersebut kurang memahami arti kesejahteraan yang sesungguhnya. Mereka cenderung ingin memiliki harta dengan cara yang tidak lazim. Ini terjadi jika seseorang tersebut merupakan seorang pencuri ataupun perampok.
            Lain halnya dengan seorang kriminal yang telah melakukan pembunuhan ataupun pemerkosa, kemungkinan mereka kurang memahami etika kehidupan. Mereka cenderung memiliki mentalitas yang labil, sehingga mereka tidak memikirkan akibat-akibat setelah mereka melakukan tindak kriminal tersebut.  
            Padahal dari tindak kriminal ini akan mengakibatkan banyak sekali kerugian-kerugian. Kerugian-kerugian tersebut bisa berdampak buruk bagi korban dan si pelaku itu sendiri. Misalnya, si pelaku akan menerima hukuman sesuai dengan tindak kejahatan yang telah dilakukannya.
            Berdasarkan realita yang terjadi di Indonesia, khususnya di Kalimantan Selatan, akhir-akhir ini kasus kriminal yang terjadi seolah-olah tidak ada hentinya. Sehingga penulis tertarik untuk mencari data tentang tingkat kriminalitas di Banjarmasin.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat menentukan rumusan masalah sebagai berikut.
1.      Seberapa tinggi tingkat kriminalitas di Kalimantan Selatan?
2.      Kabupaten/kota mana yang tingkat kriminalitasnya paling rendah?
3.      Kabupaten/kota mana yang tingkat kriminalitsasnya paling tinggi?

C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penulis dapat menentukan tujuan penulisan sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui tingkat kriminalitas di Kalimantan Selatan.
2.      Untuk mengetahui kabupaten/kota yang tingkat kriminalitasnya paling rendah.
3.      Untukmengetahui kabupaten/kota yang tingkat kriminalitasnya paling tinggi.

D.    Pembahasan
Penulis mencari data tentang jumlah kasus kriminalitas yang dilaporkan menurut kabupaten/kota tahun 2009 melalui internet. Data ini bersumber dari kepoloisian daerah Kalimantan selatan. Data tersebur adalah sebagai berikut.

Jumlah Kasus Kriminalitas yang Dilaporkan menurut Kabupaten / Kota Tahun 2009


Kabupaten / Kota
Pembunuhan
Pengani-ayaan
Pencurian dengan Kekerasaan
Pencurian dengan Pemberatan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
·         Kabupaten




Tanah Laut
2
22
28
90
Kotabaru
2
38
14
57
B a n j a r
11
46
29
140
Barito Kuala
3
16
7
40
T a p i n
6
9
3
18
Hulu Sungai Selatan
3
18
8
47
Hulu Sungai Tengah
0
35
16
48
Hulu Sungai Utara
2
10
6
39
Tabalong
1
6
15
40
Tanah Bumbu
3
18
14
67
Balangan
2
6
4
17
·         Kota




Banjarmasin
14
168
61
289
Banjarbaru
4
10
15
116
·         Kalimantan Selatan




2 0 0 9
53
402
220
1 008
2 0 0 8
57
137
244
936
2 0 0 7
76
400
277
994
2 0 0 6
60
453
219
812

Lanjutan Tabel/ Continued Table

Kabupaten / Kota

  Pencurian
Kendaraan Bermotor

Keba-karan

Perju-
dian

Perko-saan

Jumlah
(1)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
·         Kabupaten





Tanah Laut
30
6
9
3
48
Kotabaru
8
18
13
0
39
B a n j a r
65
5
26
8
104
Barito Kuala
8
23
18
2
51
T a p i n
15
11
4
1
31
Hulu Sungai Selatan
16
10
14
2
42
Hulu Sungai Tengah
19
14
9
1
43
Hulu Sungai Utara
14
14
18
3
49
Tabalong
35
15
7
1
58
Tanah Bumbu
50
1
8
0
59
Balangan
6
2
3
1
12
·         Kota





Banjarmasin
277
43
123
6
449
Banjarbaru
47
6
7
3
63
·         Kalimantan Selatan





2 0 0 9
590
168
259
31
1 048
2 0 0 8
411
131
264
46
2 226
2 0 0 7
487
143
222
41
2 640
2 0 0 6
256
173
209
30
2 212
Sumber : Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan
Source : Regional Police Office of Kalimantan Selatan
           
Berdasarkan data di atas maka dapat dilihat bahwa tingkat kriminalitas yang terjadi di Kalimantan Selatan pada tahun 2009 cukup tinggi. Jadi dengan tingginya tingkat kriminalitas tersebut maka perlu tindakan dari pihak yang berwajib untuk menertibkan permasalahan tersebut. Selain itu peran dari masyarakat juga ikut berpengaruh terhadap tingkat kriminalitas tersebut. Seharusnya kegiatan sosialisasi dan yang lainnya yang bersifat positif perlu dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
            Jadi, tingkat kriminalitas terendah terdapat pada Kabupaten Balangan, sedangkan tingkat kriminalitas tertinggi terdapat pada Kabupaten Banjar.