Selasa, 02 April 2013

Teori Pertukaran



1.            George Caspar Homans
George Caspar Homans mengemukakan bahwa penjelasan ilmiah harus dipusatkan pada perilaku nyata yang dapat diamati dan diukur secara empirik. Homans tidak memusatkan perhatiannya pada tingkat kesadaran subjektif atau hubungan-hubungan timbal balik yang bersifat dinamis antara tingkat subjektif dan interaksi nyata selengkap atau setegas interaksionisme simbol.
Inti dari teori pertukaran menurut Homans terletak pada sekumpulan proposisi fundamental. Beberapa proposisinya menerangkan setidaknya dua individu yang berinteraksi, namun proposisi ini berdasarkan prinsip psikologi. Proposisi bersifat psikologis karena dua alasan, yaitu sebagai berikut.
a.     Proposisi itu biasanya dinyatakan dan diuji secara empiris oleh orang yang menyebut dirinya psikolog.
b.     Proposisi itu lebih mengenai perilaku manusia individual daripada kelompok atau masyarakat (Ritzer dan Goodman, 2012: 358).
Adapun proposisi-proposisi dari Homans adalah sebagai berikut (Raho, 2007: 172- 176).
1)     Proposisi sukses, berbunyi: “Semakin sering tindakan seseorang dihargai atau mendapat ganjaran maka semakin besar kemungkinan orang tersebut melakukan tindakan yang sama”.
2)     Proposisi rangsangan atau stimulus, berbunyi: “Apabila pada masa lampau ada satu stimulus atau sejumlah stimuli di dalamnya tindakan seseorang mendapat ganjaran maka semakin stimulus atau stimuli yang ada menyerupai stimulus atau stimuli pada masa lampau itu, semakin besar pula kemungkinan bahwa orang tersebut akan melakukan tindakan yang sama”.
3)     Proposisi nilai, berbunyi: “Semakin tinggi nilai tindakan seseorang maka semakin besar kemungkinan orang itu melakukan tindakan yang sama”. Dalam proposisi ini, ia memperkenalkan konsep ganjaran dan hukuman (rewards and punishments).
4)     Proposisi kejenuhan, berbunyi: “Semakin sering seseorang mendapat ganjaran pada waktu yang berdekatan, maka semakin kurang bernilai ganjaran itu untuk dia”. Unsur waktu menjadi sangat penting dalam proposisi ini. Orang pada umumnya tidak akan lekas jenuh jika ganjaran itu diperoleh sesudah waktu yang cukup lama.
5)     Proposisi persetujuan dan agresi, terdapat dua proposisi yang berbeda yaitu:
a.    Proposisi pertama: “Bila tindakan seseorang tidak memperoleh ganjaran seperti yang diharapkannya atau mendapat hukuman yang tidak diharapkannya, maka semakin besar kemungkinan bahwa dia menjadi marah dan melakukan tindakan agresif dan tindakan agresif itu menjadi bernilai baginya”.
b.    Proposisi kedua: “Apabila seseorang mendapat ganjaran yang diharapkannya khususnya ganjaran yang lebih besar daripada yang diharapkannya atau tidak mendapat hukuman yang diperhitungkan, maka ia akan menjadi senang; lebih besar kemungkinannya ia akan melakukan hal-hal yang positif dan hasil dari tingkah laku yang demikian adalah lebih bernilai baginya”.
6)     Proposisi rasionalitas, berbunyi: “Dalam memilih diantara tindakan-tindakan alternative, seseorang akan memilih tindakan yang dia rasakan pada saat itu mempunyai nilai hasil (value), value yang lebih besar yang dilipatgandakan oleh kemungkinan mendapat hasil (probability/p)”.

2.            Peter M. Blau
Peter M. Blau berusaha mengembangkan sebuah teori pertukaran yang menggabungkan tingkah laku sosial dasar manusia dengan struktur masyarakat yang lebih luas, yakni antara kelompok, organisasi, dan Negara.
Konsep Blau tentang pertukaran sosial terbatas pada tingkah laku yang mendatangkan imbalan, yakni tingkah laku yang akan berhenti kalau dia berasumsi bahwa tidak bakal aka nada imbalan lagi. Mneurutnya, orang-orang tertarik kepada satu sama lain karena bermacam-macam alasan yang memungkinkan mereka membentuk atau membangun asosiasi-asosiasi sosial atau organisasi-organisasi sosial (Raho, 2007: 176).
Apabila satu kelompok di dalam asosiasi itu membutuhkan sesuatu dari kelompok lain tetapi tidak mungkin mengembalikannya dalam imbalan yang seimbang, maka 4 kemungkinan dapat terjadi yaitu sebagai berikut (Rahi, 2007: 177).
a)     Orang dapat memaksa orang lain untuk menolongnya.
b)     Mereka mencari dari sumber yang lain, bantuan untuk memenuhi kebutuhan mereka.
c)     Mereka dapat bertahan dan hidup terus tanpa memperoleh apa yang mereka butuhkan itu.
d)     Yang terpenting mereka dapat takluk kepada orang-orang lain yang memberikan bantuan kepada mereka.
Tujuan Blau adalah untuk memahami struktur-struktur sosial yang berdasarkan analisis proses sosial yang mempengaruhi hubungan antar individu dan kelompok. Ia bermaksud menganalisis struktur sosial yang lebih kompleks. Ia memusatkan perhatian pada proses pertukaran yang menurutnya mengatur kebanyakan perilaku manusia dan melandasi hubungan antar individu maupun kelompok.
Struktur sosial kompleks yang menandai kehidupan kolektif luas, secara fundamental berbeda dari struktur kelompok kecil yang lebih sederhana. Struktur hubungan sosial berkembang dalam kelompok kecil selama berlangsungnya interaksi dikalangan sebagian besar komunitas besar atau keseluruhan masyarakat, tentu ada mekanisme lain yang menengahi struktur hubungan sosial antara mereka (Blau dalam Ritzer dan Goodman, 2012: 372).
Menurut Blau, terdapat 4 langkah berurutan mulai dari pertukaran antar pribadi ke struktur sosial hingga ke perubahan sosial.
a)     Langkah pertama: pertukaran atau transaksi antar individu yang meningkat ke…..
b)     Langkah kedua: diferensiasi status dan kekuasaan yang mengarah ke…..
c)     Langkah ketiga: legitimasi dan pengorganisasian yang menyebarkan bibit dari….
d)     Langkah keempat: oposisi dan perubahan mikro ke makro.


3.            Thibaut & Kelley
Dalam buku mereka yang berjudul The Social Psychology of Groups, Thibaut and Kelley memusatkan perhatiannya pada kelompok yang terdiri dari dua orang anggota (diad). Mereka merasa yakin bahwa usaha memahami tingkah laku yang kompleks dari kelompok-kelompok besar mungkin dapat diperoleh dengan cara menggali pola hubungan diadis (dua orang). Meskipun pola penjelasan tingkah laku mereka tentang diadis bukan sekedar suatu pembahasan tentang proses komunikasi dalam kelompok dua anggota. Beberapa rumusan mereka mempunyai relevansi langsung tentang komunikasi kelompok. Model Thibaut dan Kelley mendukung asumsi-asumsi yang dibuat oleh Homans dalam teorinya tentang proses pertukaran sosial, khususnya bahwa interaksi sosial manusia mencakup pertukaran barang dan jasa, serta bahwa tanggapan-tanggapan individu-individu yang muncul melalui interaksi di antara mereka mencakup baik imbalan (rewards) maupun pengeluaran (cost). Apabila imbalan tidak cukup, atau bila pengeluaran melebihi imbalan, interaksi akan terhenti atau individu yang terlibat di dalamnya akan merubah tingkah laku mereka dengan tujuan mencapai apa yang mereka cari.
Teori ini menjelaskan bagaimana manusia memandang tentang hubungan kita dengan orang lain sesuai dengan anggapan diri manusia tersebut terhadap:
a)     Keseimbangan antara apa yang diberikan ke dalam hubungan dan apa yang dikeluarkan dari hubungan itu.
b)     Jenis hubungan yang dilakukan.
c)     Kesempatan memiliki hubungan yang lebih baik dengan orang lain.
Thibaut dan Kelley, pemuka utama dari teori ini menyimpulkan teori ini sebagai berikut: “Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya”.
Thibaut dan Kelley menyimpulkan model/konsep pertukaran sosial sebagai berikut : “setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya”. Ganjaran, biaya, hasil, dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep pokok dalam teori ini.
a)     Ganjaran ialah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran berupa uang, penerimaan sosial atau dukungan terhadap nilai yang dipegangnya. Nilai suatu ganjaran berbeda-beda antara seseorang dengan yang lain, dan berlainan antara waktu yang satu dengan waktu yang lain. Bagi orang kaya mungkin penerimaan sosial lebih berharga daripada uang. Bagi si miskin, hubungan interpersonal yang dapat mengatasi kesulitan ekonominya lebih memberikan ganjaran daripada hubungan yang menambah pengetahuan.
b)     Biaya adalah akibat yang dinilai negatif yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat menghabiskan sumber kekayaan individu atau dapat menimbulkan efek-efek yang tidak menyenangkan. Seperti ganjaran, biaya pun berubah-ubah sesuai dengan waktu dan orang yang terlibat di dalamnya.
c)     Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi biaya. Bila seorang individu merasa, dalam suatu hubungan interpersonal, bahwa ia tidak memperoleh laba sama sekali, ia akan mencari hubungan lain yang mendatangkan laba.
d)     Tingkat perbandingan menunjukkan ukuran baku (standar) yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang. Ukuran baku ini dapat berupa pengalaman individu pada masa lalu atau alternatif hubungan lain yang terbuka baginya. Bila pada masa lalu, seorang individu mengalami hubungan interpersonal yang memuaskan, tingkat perbandingannya turun.


DAFTAR RUJUKAN

Raho, Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2012. Teori Sosiologi Modern Edisi Keenam. Jakarta: Kencana.

Senin, 26 November 2012

Teori Vilfredo Pareto

Teori Vilfredo Pareto
Vilfredo Pareto mengembangkan gagasan utamanya sebagai sangkalan terhadap Marx (1996:71). Pareto sebenarnya tidak hanya menolak, tetapi juga sebagian besar filsafat Pencerahan. Misalnya selagi filsuf Pencerahan menekankan faktor rasional, Pareto menekankan pada faktor nonrasional seperti naluri manusia. Penekanannya inipun berkaitan dengan penolakannya terhadap teori Marx. Artinya, karena faktor nonrasional menjadi demikian penting dan karena tak berubah maka tak realistis berharap akan tercapai perubahan sosial yang dramatis melalui revolusi ekonomi.
Pareto pun membangun teori perubahan sosial yang bertolak belakang dengan teori Marxian. Sementara teori Marx memusatkan perhatiannya pada peran massa, sedangkan Pareto menyodorkan teori elite perubahan sosial yang berpendirian bahwa masyarakat jelas akan didominasi oleh sejumlah kecil elite yang memerintah berdasarkan kepentingan diri sendiri. Elite kecil ini memerintah massa rakyat yang memang didominasi oleh faktor nonrasional. Menurut Pareto, karena kapasitas rasional massa terbatas mereka bukanlah sebuah kekuatan revolusioner. Perubahan sosial terjadi ketika elite mulai mengalami kemerosotan moral dan digantikan oleh elite baru yang berasal dari elite yang tak memerintah atau unsur yang lebih tinggi dari massa. Segera setelah elite baru berkuasa, proses yang baru pun dimulai. Jadi, Pareto menyodorkan teori perubahan sosial melingkar, sedangkan Marx, Comte, Spencer, dan yang lain menyodorkan teori perubahan sosial yang linier. Di samping itu, teori perubahan sosial Pareto mengabaikan penderitaan manusia. Elite dating dan pergi tetapi sebagian besar massa tetap sama. Teori tersebut melandasi konsep ilmiahnya tentang sosiologi dan kehidupan sosial. “Keinginanku adalah untuk membangun sistem sosiologi menurut model astronomi, fisika, dan kimia (dikutip dalam Hook, 1965:57). Singkatnya Pareto membayangkan masyarakat sebagai sebuah sistem yang berada dalam keseimbangan, sebagai kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian yang saling tergantung. Perubahan satu bagian dipandang menyebabkan perubahan lain dari sistem konsepsi Pareto yang sistematis tentang masyarakat inilah yang menjadi alas an terpenting Parson mencurahkan banyak perhatian terhadap karya Pareto yang berjudul “The Structure of social action” (1937). Karya inilah yang berpengaruh terhadap pemikiran Parson. Dilebur dengan pandangan serupa lainnya yang didukung oleh pakar yang menganalogikan masyarakat dengan organisme (misalnya Comte, Durkheim, dan Spencer). Teori Pareto memainkan peran sentral dalam pengembangan teori Parson dan lebih umum lagi dalam pengembangan fungsionalisme struktural.
Masyarakat adalah himpunan individu-individu, yang masing-masing secara egoistis mengejar kepentingan mereka sendiri. Kesimpulan ini diambil berdasarkan pengalaman empiris. Karena pengalaman empiris merupakan satu-satunya sumber untuk pengetahuan ilmiah yang sah.
Menurut Vilfredo Pareto (1848-1923) sosiologi harus bersifat logis dan eksperimental. Dia mencita-citakan sosiologi yang didasarkan atas kriteria matematika rasional, yang selalu sah dan tak berubah sehingga harus dibenarkan oleh setiap orang yang berakal-budi sehat dan yang berlandasan pada realitas yang merupakan obyek observasi inderawi. Tiap-tiap konsep, proposisi, dan teori harus berpangkal pada fakta yang ditinjau atau mungkin dapat ditinjau. Menurut penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa Pareto mewarisi tradisi positivisme, dimana sosioogi harus masuk dalam disiplin empirisme lewat metode logika eksperimental dengan penyelidikan yang didasarkan pada pengalaman dan pengamatan. Vilfredo Pareto juga menekankan bahwa hidup bermasyarakat terdiri dari apa yang dilakukan oleh angota-anggota individual. Menurutnya sebagian kelakuan manusia bersifat mekanis atau otomatis. Perilaku tersebut dibedakan antara perbuatan logis dan nonlogis. Yang dimaksud logis jikalau direncanakan oleh akal-budi dengan berpedoman pada tujuan yang mau dicapai, dan menurut kenyataan mencapai tujuan itu. Misalnya seorang anak pergi ke tempat makan (direncanakan oleh akal-budinya) untuk mengisi perutnya yang kosong (tujuannya), lalu dia merasa kenyang/ tidak lagi lapar karena dia telah makan, melakukan perbuatan yang logis. Sedangkan perilaku yang tidak berpedoman secara rasional pada tujuan, atau tidak mencapai tujuannya, disebut nonlogis.
Vilfredo Pareto juga menawarkan model masyarakat keseimbangan (homeostatika). Dimana masyarakat yang ditegakkan oleh individu-individu senantiasa mengarah kepada keseimbangan, yaitu pemeliharaan keseimbangan atau pemulihan keseimbangan setelah terjadi pergolakan. Individu-individu saling mempengaruhi, agar suatu keseimbangan tercapai. Hal ini sama kaitannya dengan masyarakat tidak berevolusi dan tidak maju. Oleh karena individu mengadakan relasi lahiriah, dan mereka sendiri tidak berubah, maka masyarakatpun tidak berubah. Seperti efisiensi kerja dan pengorganisasian mungkin di tingkatkan, tetapi itu hanya penyusunan lain dari unsur-unsur yang selalu sudah ada. Pandangan ini disebut the seesaw theory of history. Artinya, masyarakat adalah bagaikan ungkat-ungkit (seesaw), yang selalu mencari keseimbangan antara kedua ujungnya. Hanya keseimbangan yang dicari, bukan perubahan. Memang kadang-kadang terjadi penyusunan kembali atau reshuffle dalam masyarakat, hal mana memberi kesan seolah-olah ada perkembangan dan kemajuan. Apa yang nampaknya perubahan, adalah perpindahan posisi saja sama seperti pada ungkat-ungkit. Ungkat-ungkit sendiri tidak berubah dalam gerak mencari keseimbangan baru. Dalam memperoleh keseimbangan yang mereka harapkan yang dilihat melaui konteks perilaku indvidu, bahwa setiap individu mempunyai perasaan-perasaan otomatis yang aktif menentang setiap hal yang mengancam atau mengganggu kestabilan. Jadi, keseimbangan adalah akibat proses mekanis. Jika perasaan otomatis tersebut tidak ada, tiap usaha merombak atau mengubah sistem sosial, tidak menghadapi perlawanan yang berarti. Masyarakat akan goyah terus menerus, tidak akan memberi kepastian, dan menghancurkan diri sendiri. Akibat adanya ”stabilizing forces”, yaitu perasaan-perasaan tadi, suatu bentuk atau konfigurasi masyarakat dipertahankan dan pembanggunannya dimungkinkan. Itulah sebabnya, bahwa revolusi dan peperangan pada umumnya bersifat sementara saja. Warisan generasi-generasi pendahulu berupa struktur-struktur dasar masyarakat tidak dilepaskan dengan mudah. Dijaga dan dipelihara, sehingga penggantiannya selalu sukar dan memakan waktu lama. Pada dasarnya, masyarakat itu bersifat konservatif. Kecenderungan ke arah kestabilan dan keseimbangan tidak ada hubungannya dengan kesadaran dan kebebasan manusia. Manusia tidak bebas. Ia dikodratkan untuk menegakkan keadaan seimbang itu. Kalau terjadi pergolakan, itu hanya untuk sementara dan merupakan masa peralihan, dimana masyarakat beralih dari keadaan seimbang yang satu kepada keadaan seimbang yang lain. Ini disebut dinamika keseimbangan. Dari penjelasan tersebut, masyarakat alami adalah masyarakat yang berkeseimbangan dan dinamis. Selain pandangan masyarakat yang individualistis, masyarakatpun dipandang sebagai atomistis. Dengan maksud bahwa individu diibaratkan sebagai ”atom” yang sudah lengkap dengan dirinya, berkemauan sendiri dan mampu menggabungkan diri sesukanya dengan atom-atom lain sehingga membentuk molekul. Seperti halnya orang yang bergabung entah menjadi masyarakat agraris, entah menjadi masyarakat industri, entah menjadi apa. Karena itu hubungan ini bersifat lahiriah dan tidak ada kaitan sosial batiniah yang mempersatukan mereka menjadi masyarakat. Mereka bersatu dengan orang lain hanya menurut struktur-struktur lahiriah. Selain itu, masyarakat dibayangkan sebagaimekanisme, mesin atau aparat raksasa, yang digerakkan oleh ”roda pemerintahan”. Mesin terdiri dari banyak suku cadang yang dari diri sendiri tidak pernah membentuk suatu kesatuan.

Selasa, 03 Juli 2012

Definisi, Hakikat, dan Objek Sosiologi

Apa Definisi Sosiologi?
Merumuskan suatu definisi (batasan makna) yang dapat mengemukakan keseluruhan pengertian, sifat, dan hakikat yang dimaksud dalam beberapa kata dan kalimat merupakan hal yang tidak mudah. Oleh sebab itu, suatu defini yang hanya dapat dipakai sebagai suatu pegangan sementara saja. Sungguhpun penyelidikan berjalan terus dan ilmu pengetahuan tumbuh kearah berbagai kemungkinan, masih juga diperlukan suatu pengertian yang pokok dan menyeluruh. Untuk patokan sementara, akan diberikan beberapa definisi sosiologi sebagai berikut.

Paritim A. Sorokin mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari: hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya antara gejala ekonomi dan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik dan lain sebagainya); hubungan dan pengaruh timbal balikantara gejala sosial dengan gejala-gejala nonsosial (misalnya gejala geografis, biologis, dan sebagainya); dan ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial.

Roucek dan Warren mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari antara manusia dalam kelompok-kelompok.

William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff berpendapat bahwa sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi sosial.

J.A.A. van Doorn dan C.J. Lammers berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.

Green (1960) dalam Rahardjo (1999) menyatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan manusia dalam masyarakat dalam berbagai aspeknya.

Priyotamtomo (2001) lebih lanjut mengemukakan bahwa sosiologi mempelajari perilaku masyarakat dan perilaku sosial manusia dengan meneliti kelompok yang dibangunnya. Kelompok tersebut mencakup: keluarga, suku, komunitas, pemerintah, organisasi sosial, kelompok ekonomi, kelompok politik, dan lain sebagainya. Sosiologi mempelajari perilaku dan interaksi kelompok, menelusuri asal-usul pertumbuhannya serta menganalisis pengaruh kegiatan kelompok terhadap para anggotanya.

Emile Durkheim menjelaskan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta sosial, yakni fakta yang mengandung cara bertindak, berpikir, berperasaan yang berada di luar individu di mana fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk mengendalikan individu.

Paul B. Horton berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.

Jhonson, berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut mempengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat di dalamnya mempengaruhi sistem tersebut.

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi mengatakan bahwa sosiologi atau ilmu kemasyarakatan adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Selanjutnya menurut Sole Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan sosial. Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh timbal balik antara segi kehidupan ekonomi dengan segi kehidupan politik, antara segi kehidupan hukum dengan segi kehidupan agama, antara segi kehidupan hukum dengan segi kehidupan ekonomi dan lain sebagainya. Salah satu proses sosial yang bersifat tersendiri adalah dalam hal terjadinya perbahan-perubahan di dalam struktur sosial.

Apa Hakikat Sosilogi?
Apabila sosiologi telah ditelaah dari sudut sifat hakikatnya, maka akan dijumpai beberapa petunjuk yang akan dapat membantu untuk menetapkan ilmu pengetahuan macam apakah sosiologi itu? Sifat-sifat hakikatnya adalah sebagai berikut.

Pertama, sosiologi merupakan suatu ilmu sosial dan bukan merupakan ilmu pengetahuan alam ataupun ilmu pengetahuan kerihanian. Kedua, sosiologi bukan merupakan disiplin yang normatif tetapi merupakan suatu disiplin yang kategoris, artinya sosiologi membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini dan bukan mengenai apa yang terjadi atau seharusnya terjadi. Ketiga, sosiologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang murni (pure science) dan bukan merupakan ilmu pengetahuan terapan atau terpakai (applied science). Keempat, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak dan bukan merupakan ilmu pengetahuan yang konkret. Artinya bahwa yang diperhatikannya adalah bentuk dan pola-pola peristiwa dalam masyarakat, tetapi bukan wujudnya yang konkret. Kelima, sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian dan pola-pola umum. Sosiologi meneliti dan mencari apa yang menjadi prinsip atau hukum-hukum umumndari interaksi antar manusia dan juga perihal sifat hakikat, bentuk, isi, dan struktur masyarakat manusia. Keenam, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional. Ciri tersebut menyangkut soal metode yang dipergunakannya. Ketujuh, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum dan bukan merupakan ilmu pengetahuan yang khusus. Artinya sosiologi mempelajari gejala yang umum ada pada setiap interaksi antarmanusia.

Apa Objek Sosiologi?
Objek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antarmanusia dan proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat. Masyarakat merupakan sekelompok manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tidak ada ukuran mutlak ataupun angka pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi, secara teoretis angka minimumnya adalah dua orang yang hidup bersama.

Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati. Karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti. Mereka sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan. Mereka juga merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan karena setiap anggta kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya.

Manusia senantiasa mempunyai naluri yang kuat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Apabila dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain  manusia tidak akan mungkin hidup sendiri. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan “mati”.

Komponen-konponen masyarakat adalah sebagai berikut.
a.       Populasi, yaitu warga-warga suatu masyarakat yang dilihat dari sudut pandangan kolektif. Secara sosiologis, aspek-aspek sosiologis yang perlu dipertimbangkan adalah: aspek-aspek genetik yang konstan; variabel-variabel genetik; dan variabel-variabel geografis.
b.        Kebudayaan, yaitu hasil karya, cipta, dan rasa dari kehidupan bersama yang mencakupnsistem lambang-lambang dan informasi.
c.            Hasil-hasil kebudayaan materiil.
d.     Organisasi sosial, yaitu jaringan berhubungan antara warga-warga masyarakat yang bersangkutan, yang antara lain mencakup: warga masyarakat secara individual; peranan-peranan; kelompok-kelompok sosial; dan kelas-kelas sosial.
e.            Lembaga-lembaga sosial dan sistemnya.