HUBUNGAN
INTERPERSONAL
A. Hubungan
Interpersonal
Menurut
Pearson (1983) manusia adalah makhluk
sosial, artinya
sebagai makhluk
sosial, kita tidak dapat
menjalin hubungan sendiri, kita selalu menjalin
hubungan dengan orang lain, mencoba untuk mengenali dan memahami kebutuhan satu
sama lain, membentuk interaksi serta berusaha mempertahankan interaksi
tersebut. Kita melakukan hubungan interpersonal ketika mencoba untuk
berinteraksi dengan orang lain. Hubungan interpersonal adalah hubungan yang
terdiri atas dua orang atau lebih yang memiliki ketergantungan satu sama lain
dan menggunakan pola interaksi yang konsisten. Ketika akan menjalin hubungan
interpersonal, akan terdapat suatu proses dan biasanya dimulai dengan interpersonal attraction.
B. Interpersonal
Attraction
Baron
dan Byrne (2006) menjelaskan bahwa interpersonal
attraction adalah penilaian seorang terhadap sikap orang lain. Di mana penilaian ini
dapat diekspresikan melalui sesuatu dimensi, dari strong liking sampai dengan strong
dislike. Jadi, ketika kita berkenalan dengan orang lain, kita sebenarnya
melakukan penilaian terhadap orang tersebut. Apakah orang tersebut cukup sesuai
untuk menjadi teman kita atau orang tersebut ternyata kurang sesuai, sehingga
kita lebih memilih untuk tidak melakukan interaksi sama sekali. Ingatlah bahwa
konteks penilaian ini adalah dalam melakukan hubungan interpersonal.
a.
Faktor Internal (Baron dan
Byrne, 2008)
Faktor internal adalah faktor dalam diri kita
meliputi dua hal, yaitu kebutuhan untuk berinteraksi
(need for affiliation) dan pengaruh
perasaan. Interaksi antara satu orang dengan orang yang lain bisa terjadi di mana saja,
misalnya di rumah, sekolah, kantor pos, kantin, dan lain- lain. Namun,
kebutuhan untuk saling berinteraksi dengan orang-orang disekitar kita
berbeda-beda satu sama lain.
Ø Kebutuhan
untuk berinteraksi (need for affiliation)
Kita
cenderung ingin berinteraksi dengan orang lain, namun dilain waktu, terkadang
kita juga tidak ingin berinteraksi atau ingin sendirian. Menurut McClelland, kebutuhan berinteraksi
adalah suatu keadaan di mana seseorang berusaha untuk mempertahankan suatu
hubungan, bergabung dalam kelompok, berpartisipasi dalam kegiatan, menikmati
aktivitas bersama keluarga atau teman, menunjukkan perilaku saling bekerja
sama, saling mendukung, dan konformitas. Seseorang yang memiliki kebutuhan
untuk berinteraksi, berusaha mencapai kepuasan terhadap kebutuhan ini agar disukai,
diterima oleh orang lain, serta mereka cenderung untuk memilih bekerja bersama
orang yang mementingkan keharmonisan dan kekompakan kelompok.
Ø Pengaruh
perasaan
Penelitian
dari Byrne, dkk (1975) dari Fraley dan Aron (dalam Baron, Byrne, 2006)
menunjukkan bahwa dalam berbagai situasi sosial,
humor digunakan secara umum untuk mencairkan suasana dan memfasilitasi
interaksi pertemanan. Humor yang menghasilkan tawa dapat membuat kita lebih
mudah berinteraksi, sekalipun dengan orang yang belum dikenal. Apakah anda
ingat kalimat ‘tertawa itu sehat’? makna dari kalimat tersebut dapat diartikan
bahwa dengan tertawa, perasaan kita akan senang, sehingga kita lebih dapat
berpikir lebih sehat dan berperilaku lebih baik. Jadi, kita akan lebih mudah
berinteraksi dengan orang lain pada saat kondisi perasaan kita sedang senang di
bandingkan jika kondisi perasaan kita sedang negative. Hal ini terjadi, pada
saat senang, kita lebih terbuka untuk melakukan komunikasi.
b.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang
mempengaruhi dimulainya suatu hubungan interpersonal adalah kedekatan (proximity) dan daya tarik fisik.
Baron
dan Byrne (2008) menjelaskan bahwa kedekatan secara fisik antara orang yang
tinggal dalam satu lingkungan yang sama seperti di kantor dan di kelas,
menunjukkan bahwa semakin dekat jarak geografis diantara mereka semakin besar
kemungkinan kedua orang tersebut untuk sering bertemu. Selanjutnya pertemuan
tersebut akan menghasilkan penilaian positif satu sama lain, sehingga timbul
ketertarikan di antara mereka. Hal ini disebut juga dengan more exposure effect, penelitian ini pertama kali dilakukan oleh
Zajonc tahun1968. Kita cenderung menyukai orang yang wajahnya biasa kita kenali
dibandingkan dengan orang yang wajahnya tidak kita kenal (Miller and Perlman,
2009).
Ø Daya
tarik fisik
Sebuah
penelitian mengenai daya tarik fisik menunjukkan bahwa sebagian besar orang
percaya bahwa laki-laki dan perempuan yang menarik menampilkan ketenangan,
mudah bergaul, mandiri, dominan, gembira, seksi, mudah beradaptasi, sukses,
lebih maskulin (laki-laki) dan lebih feminism (perempuan) daripada orang yang
tidak menarik (Dion and Dion, 1991;Hatfield dan Sprecher, 1986a dalam Baron
byrne, 2008). Jadi, kita cenderung untuk memilih berinteraksi dengan orang yang
menarik dibandingkan orang yang kurang menarik, karena orang yang menarik
memiliki karakteristik lebih positif.
c.
Faktor Interaksi
Pada
faktor interaksi terdapat
dua hal, yaitu sebagai berikut.
Ø Persamaan-perbedaan
Miller
and Perlman (2009) mengemukakan bahwa sangat menyenangkan ketika kita menemukan
orang yang mirip dengan kita dan saling berbagi asal usul, mina, dan pengalaman
yang sama. Semakin banyak persamaan, semakin mereka saling menyukai. Sebuah
penelitian menunjukkan bahwa pasangan suami istri yang memiliki kepribadian
yang hamper sama akan memiliki pernikahan yang lebih bahagia daripada pasangn
suami istri yang memiliki kepribadian berbeda (Gaunt, 2006). Ternyata,
perbedaan juga lebih menyenangkan daripada persamaan. Jones menjelaskan bahwa
kita merasa senang saat menemukan terdapat hal yang mirip dengan orang yang
kita sukai tetapi ternyata lebih menyenangkan saat kita mengetahui bahwa
pandangannya berbeda dengan yang kita miliki (Jones dalam Pines, 1999).
Ø Reciprocal
liking
Faktor lain yang juga
mempengaruhi ketertarikan kita kepada orang lain adalah bagaimana orang
tersebut menyukai kita. Secara umum, kita menyukai orang yang juga menyukai
kita dan tidak menyukai orang yang juga tidak menyukai kita. Dengan kata lain,
kita memberikan kembali (reciprocate)
perasaan yang diberikan orang lain kepada kita (Dwyer, 2000). Ia juga
menambahkan, pada dasarnya, ketika kita disukai orang lain, hal tersebut dapat
meningkatkan self esteem (harga
diri), membuat kita merasa bernilai, dan akhirnya mendapatkan positive reinforcement.
C. Cinta
Arti kata cinta berubah sesuai dengan
siapa atau apakah yang dicintai. Kita berbicara tentang mencintai orang tua
kita, negara, pizza, film,
atau teman dekat kita. Tetapi cinta romantis, yakni cinta antara dua orang
berlawanan jenis kelaminnya (secara konvensional). Jenis cinta semacam inilah
yang kita terlibat di dalamnya atau tidak terlibat di dalamnya. Dalam budaya
kita dalam beberapa hal ada yang dinilai sama tingginya dengan cinta romantis.
Lagu yang popular diantara kita bertemakan cinta. Diantara berbagai penerbitan
majalah kita yang paling laku adalah ‘komik cinta’ dan majalah screen romance
yang meliputi kisah cinta para bintang televise dan bintang film kita. Bahan
pokok industri penerbitan buku adalah buku bersampul tipis dengan latar belakang
“percintaan” yang umumnya menceritakan cerita kisah wanita muda cantik dengan
pria tampan dan misterius yang secara tidak diduga berada dalam istana yang
terus menerus terkena angin. Demikian juga, layar film kita selalu menceritakan
kisah-kisah abadi cinta. Bagaimanapun sinisnya mungkin saat kita melihat,
kenyataan sebagian besar orang dalam masyarakat kita masih sangat serius menyenangi
cerita cinta yang romantis,
masih menghargainya tinggi-tinggi, dan merasa tertipu jika mereka tidak
mengalaminya.
Kasus tersebut tidak selalu demikian.
Kenyataannya, dalam sebagian besar masyarakat pada abad yang lalu, cinta yang
romantis dianggap di antara
bentuk hiburan yang menyenangkan di luar pernikahan (terutama untuk kalangan
atas) dan gangguan psikologis yang berbahaya. Orang dalam kalangan tersebut
senang nendengarkan sandiwara dan cerita cinta, tetepi pada kenyataan hidup
mereka memilih pasangan pernikahan yang tidak berdasarkan cinta. Kesamaan tersebut
terdapat pada masyarakat non industry saat ini. Pasangan pernikahan dipilih
berdasarkan kepentingan ekonomi mereka, kemampuan untuk melahirkan anak-anak,
dan derajat social bagi keluarga mereka. Cinta merupakan nilai sampingan.
Dengan kata lain, obsesi masyarakat kita
terhadap cinta romantis
berdasarkan tinjauan sejarah merupakan perkecualian agaknya bukan merupakan
peraturan. Kenyataan ini memunculkan beberapa pertanyaan menarik tentang cinta.
Sampai waktu belakangan ini ahli
psikologi hanya memiliki minat kecil terhadap masalah cinta. Apabila mereka
berpikir tentang cinta, mereka hanya puas dengan menggolongkan cinta sebagai
bentuk kesukaan yang mendalan. Namun, selama dua decade terakhir, sejumlah
peneliti telah berani meneliti masalah itu, dengan mencoba mendefinisikan
cinta, mempelajari sebab-sebab dan bahkan mengukurnya.
Zick Rubin (1973), yang telah banyak
sekali meneliti masalah ini dengan baik, memulai penelitiannya dengan membuat
daftar pernyataan tantang cinta, yang diambil dari literatur dan sumber lain.
Kemudian dia meminta beberapa mahasiswa terlibat dalam hubungan cinta untuk
menunjukkan pernyataan mana dalam daftarnya yang dapat memaparkan perasaan
mereka terhadap apa yang mereka cintai, dan mana yang lebih dapat diterapkan
terhadap orang yang hanya sekedar mereka sukai. Berdasarkan penelitian ini,
Rubin menyimpulkan bahwa cinta berbeda dangan kesukaan dan mempunyai tiga (3)
komponen yaitu kasih sayang, pengasuhan, dan keakraban.
Kasih sayang merupakan kebutuhan ingin
bersama orang lain, untuk mengadakan kontak fisik dan untuk memilikinya, (Hazan
dan Shaver, 1987). Inilah gairah cinta, yang irang Yunani kuno menyebutkan
sebagai ‘eros’. Bila kasih sayang melibatkan keinginan untuk dipenuhi oleh
orang lain yang mengasihi, melibatkan keinginan untuk member. Ini adalah
harapan untuk member, untuk memuaskan orang lain. Erich fromm dalam bukunya “the art of loving” (1956) menyebutnya
“perhatian aktif terhadap kehidupan dan pertumbuhan sesuatu yang kita cintai”.
Menurut bangsa Yunani kuno bentuk cinta seperti itu adalah ‘agape’. ‘eros’ dan
‘agape’ dapat dianggap sebagai unsur yang berlawanan atau bertentangan dalam
cinta tetapi Rubin menyatakan bahwa keduanya saling melengkapi dan menunjukkan
hubungan timbal balik dalam cinta.
Keakraban menurut Rubin merupakan ikatan
khusus antara dua orang dan sangat jelas nampak dalam saling pengertian yang
tak terucapkan dari kedua orang tersebut. Keakraban merupakan hal yang
eksklusif, yang melibatkan komunikasi yang hanya dimengerti oleh dua orang yang
saling mencintai. Rubin juga berpendapat bahwa kesukaan merupakan sesuau yang
paling kurang berhubungan dengan rasa cinta, karena kita sering mulai dengan
menyenangi seseorang, yang kemudian kita cintai. Tetapi tiga komponen dari
cinta (gairah yang mendalam, harapan untuk member, ikatan yang eksklusif) tidak
ada. Sikap yang paling menentukan ketika kita menyukai seseorang adalah
penilaian positif, rasa menghormati dan rasa kepercayaan, dan rasa kesamaan.
Dua peneliti lain yang membedakan antara
mencintai dan menyukai adalah Ellen Berscheid dan Elaine Walster (1978). Dalam
pandangan mereka, persahabatan tidak mempunyai elemen khayalan yang biasanya
ada dalam cinta. Juga melibatkan sedikit emosi yang bertentangan, termasuk
benci, yang sering terlihat menyertai nafsu cinta (Lord Byron menyebut cinta
sebagai ‘semacam ikatan permusuhan yang sangat penting untuk memelihara dunia
tetap berkembang’). Persahabatan juga sering mantap daripada cinta yang penuh
nafsu, yang hamper selalu menghilang dengan adanya peredaran waktu.
Apakah yang terjadi jika cinta yang
penuh nafsu menjadi padam? Apabila hubungan berlanjut, nafsu mungkin digantikan
oleh semacam cinta yang berbeda. ‘cinta yang bersahabat’. Emosi ini tidak
memenuhi pasang surut nafsu cinta yang menakutkan. Tetapi, emosi ini berupa
rasa sayang yang tetap dan menyenangkan terhadap seseorang yang hidupnya sangat
dekat dengan kita dan telah berbagi pengalaman dalam waktu yang cukup lama
(Walster dan Walster, 1978). Cinta yang bersahabat mungkin merupakan dasar bagi
perkawinan yang paling bahagia.
D. Mengapa
Orang Jatuh Cinta?
Menurut
Elaine Walster (1971), ia menganggap bahwa factor yang paling rumit adalah
kebangunan secara fisik dan label cinta itu sendiri. Pandangan Walster tentang
bagaimana cinta itu tumbuh berdasarkan teori emosi yang dikemukakan oleh Stanly
Schacter (1964). Dia mengatakan emosi mempunyai dua tahap. Pertama, kita
mengalami kebangunan secara fisik. Hal ini dapat terjadi lebih kurang secara
spontan, atau dapat dirangsang oleh obat-obatan atau kejutan listrik. Kedua,
kita member label perasaan yang diakibatkannya menurut situasi kita. Secara
fisik, kita mungkin merasa berdebar setelah melihat film horror atau dikritik
habis-habisan di depan umum. Pada kasus pertama kita menyabut perasaan takut,
sedangkan yang kedua sebagai malu. Berikut merupakan beberapa petunjuk agar kita berhasil menyesuaikan cinta :
a.
Iklan memberikan
masukan gambaran cinta yang romantic. Cobalah bersikap ragu-ragu. Perempuan
yang anda pilih, ketika anda bertemu dengannya mungkin tampak tidak seperti
perempuan dalam iklan jins.
b.
Penelitian
memperlihatkan bahwa irang yang mempercayai cinta dan ingin mencintai, paling
mungkin mempunyai pengalaman yang kita namakan cinta. Jadi, bila anda mengalami
putus cinta dan ingin jatuh cinta kembali, kesempatan akan tetap terbuka.
Jangan putus asa.
c.
Ingatlah bahwa cinta
melewati beberapa tahap, yaitu cinta penuh gairah berubah menjadi cinta
bersahabat. Jangan mengharapkan tahap cinta yang hangat berlangsung selamanya.
Apabila itu terjadi, anda tidak akan pernah menyelesaikan semua pekerjaan.
E. Hal
Jiwa
Jiwa adalah sesuatu yang abstrak. Jadi yang kita
lihat di sini adalah hanya pernyataan-pernyataan yang tampak dalam hubungannya
dengan tubuh, atau gejala-gejala jiwa yang tampak sebagai gerak-gerik. Karena sifatnya
yang abstrak, maka apakah sesungguhnya jiwa itu belum ada orang dapat
membataskannya dengan tepat.
Metode-metode dalam
jiwa adalah sebagai berikut.
1. Metode intropeksi
adalah metode pemeriksaan yang dilaksanakan dengan jalan meminta dengan orang
percobaan (op) melahirkan segala peristiwa-peristiwa kejiwaannya setelah ia
selesai mengalami sesuatu.
2. Metode intropeksi
eksperimental adalah metode intropeksi yang digunakan dengan mengadakan
eksperimen-eksperimen (percobaan secara sengaja dan dalam suasana yang dibuat).
Penyusun metode ini adalah seorang murid Wilhelm Wundt yang bernama Oswald
Kulpe, yang mendirikan mazab Wurzburg di Jerman.
DAFTAR PUSTAKA
Sujanto,
Agus.1991. Psikologi Umum. Jakarta :
Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tuliskan komentar kalian demi kemajuan Blog ini...
:)